Bacatrend, Denpasar — Di tengah gempuran kuliner modern dan global, rujak bulung tetap bertahan sebagai salah satu warisan rasa khas Bali yang tak lekang oleh waktu. Sajian berbahan dasar rumput laut ini bukan hanya menggugah selera, tetapi juga menyimpan nilai budaya dan kesehatan yang tinggi.

Rujak bulung, yang secara harfiah berarti “rujak rumput laut,” merupakan hidangan tradisional masyarakat pesisir Bali, terutama di wilayah Sanur, Klungkung, dan sekitarnya. Dengan komposisi sederhana namun kaya rasa, rujak bulung menyatukan unsur pedas, asam, gurih, dan kenyal dalam satu piring yang menyegarkan.

Bahan dan Proses Tradisional
Bahan utama rujak bulung adalah bulung boni atau bulung rambut—jenis rumput laut yang tumbuh di perairan dangkal Bali. Rumput laut segar ini disiram kuah pindang panas, yaitu kaldu ikan berbumbu khas Bali, lalu disajikan dengan bumbu rujak yang terdiri dari cabai rawit, terasi, garam, gula merah, dan perasan jeruk limau atau asam jawa.

Sebagai pelengkap, parutan kelapa muda dan kacang tanah goreng ditaburkan di atasnya, menciptakan tekstur dan rasa yang kompleks. Beberapa variasi juga menambahkan irisan mangga muda atau timun untuk menambah kesegaran.

Filosofi dan Tradisi Lokal
Lebih dari sekadar makanan, rujak bulung mencerminkan filosofi hidup masyarakat Bali yang menghargai alam dan memanfaatkan sumber daya secara bijak. Dalam beberapa tradisi, rujak bulung disajikan dalam acara keluarga atau upacara adat sebagai simbol kesegaran dan keberkahan laut.









“Rujak bulung itu bukan cuma enak, tapi juga punya makna. Ini makanan yang menyatukan orang, apalagi kalau dimakan bareng sambil ngobrol sore,” ujar Ni Luh Sari, penjual rujak bulung di Sanur yang telah berjualan selama lebih dari 20 tahun.

Kaya Gizi, Rendah Kalori
Rumput laut dikenal sebagai sumber serat alami, yodium, antioksidan, serta vitamin dan mineral seperti vitamin K, B12, zat besi, dan kalsium. Kuah pindang berbasis ikan juga menambah kandungan protein dan omega-3, menjadikan rujak bulung sebagai camilan sehat yang cocok untuk semua usia.

“Ini salah satu makanan tradisional yang sangat baik untuk kesehatan. Kandungan serat dan yodiumnya tinggi, bagus untuk pencernaan dan fungsi tiroid,” jelas dr. Made Arya, ahli gizi dari Universitas Udayana.

Dari Warung ke Restoran Modern
Popularitas rujak bulung kini merambah ke restoran modern dan toko oleh-oleh khas Bali. Beberapa tempat menyajikannya dengan tampilan estetik dalam mangkuk keramik, lengkap dengan topping inovatif seperti telur puyuh, sambal matah, atau kerupuk udang.

Di pasar lokal seperti Pasar Badung dan Pasar Kreneng, rujak bulung tetap menjadi primadona, dijual dengan harga terjangkau dan rasa yang otentik. Wisatawan pun kerap menjadikannya sebagai kuliner wajib coba saat berkunjung ke Bali.

Bacatrend, Denpasar — Di tengah gempuran kuliner modern dan global, rujak bulung tetap bertahan sebagai salah satu warisan rasa khas Bali yang tak lekang oleh waktu. Sajian berbahan dasar rumput laut ini bukan hanya menggugah selera, tetapi juga menyimpan nilai budaya dan kesehatan yang tinggi.

Rujak bulung, yang secara harfiah berarti “rujak rumput laut,” merupakan hidangan tradisional masyarakat pesisir Bali, terutama di wilayah Sanur, Klungkung, dan sekitarnya. Dengan komposisi sederhana namun kaya rasa, rujak bulung menyatukan unsur pedas, asam, gurih, dan kenyal dalam satu piring yang menyegarkan.

Bahan dan Proses Tradisional
Bahan utama rujak bulung adalah bulung boni atau bulung rambut—jenis rumput laut yang tumbuh di perairan dangkal Bali. Rumput laut segar ini disiram kuah pindang panas, yaitu kaldu ikan berbumbu khas Bali, lalu disajikan dengan bumbu rujak yang terdiri dari cabai rawit, terasi, garam, gula merah, dan perasan jeruk limau atau asam jawa.

Sebagai pelengkap, parutan kelapa muda dan kacang tanah goreng ditaburkan di atasnya, menciptakan tekstur dan rasa yang kompleks. Beberapa variasi juga menambahkan irisan mangga muda atau timun untuk menambah kesegaran.

Filosofi dan Tradisi Lokal
Lebih dari sekadar makanan, rujak bulung mencerminkan filosofi hidup masyarakat Bali yang menghargai alam dan memanfaatkan sumber daya secara bijak. Dalam beberapa tradisi, rujak bulung disajikan dalam acara keluarga atau upacara adat sebagai simbol kesegaran dan keberkahan laut.

“Rujak bulung itu bukan cuma enak, tapi juga punya makna. Ini makanan yang menyatukan orang, apalagi kalau dimakan bareng sambil ngobrol sore,” ujar Ni Luh Sari, penjual rujak bulung di Sanur yang telah berjualan selama lebih dari 20 tahun.

Kaya Gizi, Rendah Kalori
Rumput laut dikenal sebagai sumber serat alami, yodium, antioksidan, serta vitamin dan mineral seperti vitamin K, B12, zat besi, dan kalsium. Kuah pindang berbasis ikan juga menambah kandungan protein dan omega-3, menjadikan rujak bulung sebagai camilan sehat yang cocok untuk semua usia.

“Ini salah satu makanan tradisional yang sangat baik untuk kesehatan. Kandungan serat dan yodiumnya tinggi, bagus untuk pencernaan dan fungsi tiroid,” jelas dr. Made Arya, ahli gizi dari Universitas Udayana.

Dari Warung ke Restoran Modern
Popularitas rujak bulung kini merambah ke restoran modern dan toko oleh-oleh khas Bali. Beberapa tempat menyajikannya dengan tampilan estetik dalam mangkuk keramik, lengkap dengan topping inovatif seperti telur puyuh, sambal matah, atau kerupuk udang.

Di pasar lokal seperti Pasar Badung dan Pasar Kreneng, rujak bulung tetap menjadi primadona, dijual dengan harga terjangkau dan rasa yang otentik. Wisatawan pun kerap menjadikannya sebagai kuliner wajib coba saat berkunjung ke Bali.