Pemkot Surabaya Perkuat Edukasi Anti-Radikalisme Digital Lewat Kolaborasi Densus 88 dan Komunitas Anak
Bacatrend, Surabaya – Pemerintah Kota Surabaya mengambil langkah strategis dalam menangkal penyebaran paham intoleran, radikal, dan terorisme di kalangan anak-anak dengan menggandeng Densus 88 Antiteror Polri. Kolaborasi ini menjadi respons terhadap ancaman ideologi ekstrem yang kini menyusup lewat ruang digital, termasuk gim daring.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebelumnya mengungkap bahwa sedikitnya 13 anak di berbagai daerah Indonesia telah terpapar jaringan simpatisan teroris melalui permainan online. Fenomena ini menunjukkan bahwa ruang digital bukan lagi sekadar hiburan, melainkan juga menjadi celah infiltrasi ideologi berbahaya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya, Ida Widayati, menyebut radikalisme sebagai bentuk kekerasan psikis yang dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak. “Teror semacam ini tidak kasat mata, tapi dampaknya bisa mengubah karakter anak secara drastis,” ujarnya.
Menurut Ida, kerja sama dengan Densus 88 membuka peluang baru dalam memperluas edukasi kepada guru dan siswa mengenai bahaya radikalisme serta pentingnya etika berinternet. Ia menambahkan bahwa meski kampanye internet sehat telah lama dijalankan, materi baru dari Densus 88 memperkaya pendekatan yang digunakan.
Pemkot Surabaya juga memperkuat sinergi antar perangkat daerah, termasuk Dinas Pendidikan, untuk memastikan edukasi menjangkau siswa dan orang tua. Ida menyoroti pentingnya peran orang tua dalam memahami dunia digital yang diakses anak-anak. “Banyak orang tua merasa anaknya aman karena berada di kamar, padahal bisa saja mereka sedang menyerap konten yang merusak secara psikologis,” jelasnya.
Sebagai bagian dari penguatan ketahanan sosial, Pemkot mengaktifkan Kampung Pancasila sebagai ruang edukasi berbasis nilai-nilai kebangsaan dan budaya. Materi pencegahan radikalisme akan disampaikan melalui pilar sosial dan kemasyarakatan agar menjangkau lebih luas.
Tak hanya melalui jalur formal, Pemkot juga melibatkan komunitas anak seperti Organisasi Pelajar Surabaya (Orpes), Forum Anak Surabaya (FAS), dan Duta Generasi Berencana (Genre) dalam kampanye anti-kekerasan dan penguatan wawasan kebangsaan. Ida menilai pendekatan dari anak ke anak sangat efektif, terutama saat dikolaborasikan dengan siswa Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). “Gerakan ini membuat anak-anak saling mengedukasi, dan hasilnya sangat positif,” tuturnya.
Meski berbagai upaya telah dilakukan, Ida menegaskan bahwa peran orang tua tetap menjadi fondasi utama dalam mencegah paparan radikalisme digital. “Orang tua harus berani masuk ke dunia anak-anak, karena tidak semua hal yang mereka akses itu sehat,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan