Bacatrend, Bengkulu – Di sebuah dapur kayu di pesisir Bengkulu, aroma santan dan rempah mengepul dari kuali besar yang menggantung di atas tungku. Di dalamnya, potongan daging hiu perlahan berubah warna, menyatu dengan kunyit, lengkuas, dan cabai yang menggoda indera. Inilah Bagar Hiu, sajian langka yang tak sekadar makanan, tapi juga warisan budaya dan simbol kehormatan.

Jejak Sejarah di Balik Rasa
Tak banyak yang tahu, Bagar Hiu pernah menjadi hidangan istimewa yang disajikan untuk Presiden Soekarno saat menjalani pengasingan di Bengkulu pada 1938–1942. Konon, sang proklamator jatuh hati pada kelezatan masakan ini, menjadikannya bagian dari kisah kuliner diplomatik yang jarang terungkap.

“Bagar Hiu bukan sekadar makanan. Ia adalah simbol sambutan hangat dan penghormatan tertinggi bagi tamu,” ujar Yanti, juru masak tradisional yang mewarisi resep ini dari neneknya.

Resep Laut yang Kaya Rempah
Bagar Hiu dibuat dari daging hiu jantan—dipilih dengan pertimbangan konservasi—yang dimasak perlahan dalam santan kental dan campuran rempah khas Sumatera: bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, ketumbar, dan cabai merah. Proses memasaknya bisa memakan waktu hingga tiga jam, agar bumbu meresap sempurna dan daging hiu menjadi empuk tanpa amis.









Teknik memasaknya mirip rendang, namun dengan karakter rasa yang lebih tajam dan aroma laut yang khas. “Kuncinya di kesabaran dan takaran rempah. Kalau terlalu cepat, dagingnya alot. Kalau kurang rempah, hilang jiwanya,” jelas Yanti sambil mengaduk perlahan.

Antara Tradisi dan Konservasi
Namun, di balik kelezatannya, Bagar Hiu menyimpan dilema. Seiring meningkatnya kesadaran akan konservasi laut, penggunaan hiu sebagai bahan pangan mulai dipertanyakan. Pemerintah daerah dan komunitas adat kini mendorong penggunaan alternatif seperti ikan tongkol atau tuna, tanpa menghilangkan esensi rasa dan filosofi masakan.

“Dulu, hiu mudah didapat. Sekarang, kami hanya masak saat ada tangkapan alami, dan itu pun harus jantan,” kata Pak Rahman, nelayan tua di kawasan Pasar Bengkulu.

Menjaga Rasa, Merawat Warisan
Kini, Bagar Hiu lebih sering hadir dalam festival budaya atau jamuan resmi, bukan di warung-warung harian. Namun, justru di situlah letak kekuatannya: sebagai pengingat akan kekayaan laut Bengkulu, kearifan lokal, dan sejarah yang melekat dalam setiap suapan.

Di tengah gempuran kuliner modern, Bagar Hiu berdiri sebagai penanda identitas. Ia bukan sekadar makanan, tapi cerita tentang laut, tentang leluhur, dan tentang bagaimana sebuah bangsa menghormati tamunya dengan rasa.