Bacatrend, Surabaya – Saham Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) masih berada dalam status Full Call Auction (FCA) di Bursa Efek Indonesia (BEI), meskipun mengalami kenaikan 6,89% pada perdagangan Selasa, 3 Juni 2025, ditutup di harga Rp620 per saham.

Volatilitas Rendah, Investor Ritel Kurang Berminat
Salah satu dampak dari status FCA adalah rendahnya volatilitas harga saham, yang membuat pergerakan BMAS cenderung stagnan dibandingkan saham lain di sektor perbankan.

Menurut data dari TradingView, saham BMAS hanya mengalami perubahan 4,95% dalam satu tahun terakhir, jauh di bawah rata-rata pergerakan saham perbankan lainnya.

Analis pasar modal, Rizky Pratama, menjelaskan bahwa status FCA membatasi likuiditas saham karena hanya bisa diperdagangkan dalam sesi lelang penuh, bukan secara reguler di pasar.

“Investor ritel cenderung menghindari saham dengan likuiditas rendah karena sulit untuk keluar masuk pasar dengan cepat,” ujarnya.









Penyebab BMAS Masih Berstatus FCA
BMAS masuk dalam daftar papan pemantauan khusus sejak 31 Oktober 2024, bersama empat saham lainnya yang gagal memenuhi persyaratan free float minimal 7,5%.

Saat ini, kepemilikan publik BMAS hanya 1,56%, dengan mayoritas saham masih dikuasai oleh Kasikornbank Group, yang menjadi pengendali sejak 2023 setelah melakukan tender offer wajib.

Bagaimana BMAS Bisa Keluar dari Status FCA?
Untuk kembali ke perdagangan reguler, BMAS harus meningkatkan free float hingga mencapai 7,5%. Beberapa langkah yang dapat dilakukan:

Menjual sebagian saham pengendali – Kasikornbank Group dapat melepas sebagian kepemilikannya kepada investor publik.

Menarik investor strategis – BMAS sedang dalam proses mencari investor baru, termasuk dari Jepang, untuk meningkatkan kepemilikan publik.

Melakukan aksi korporasi – Seperti right issue atau stock split untuk menarik lebih banyak investor ritel.

Meningkatkan transparansi dan kinerja – Dengan memperbaiki fundamental bisnis dan mengatasi isu hukum yang sedang berlangsung.

Meskipun saham BMAS mengalami kenaikan signifikan, status FCA masih menjadi tantangan utama.

Dengan volatilitas yang rendah dan likuiditas terbatas, investor ritel cenderung menghindari saham ini.

Alim Markus. Ist

Digugat Perusahaan Keluarga Alim Markus
Diketahui, PT Alim Investama merupakan salah satu pemegang saham terbesar di PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) dengan kepemilikan saham sebanyak, 13,89 persen.

Namun, perusahaan investasi milik Alim Markus itu bukan merupakan pengendali Bank Maspion lantaran pemegang saham terbesar dimiliki oleh KASIKORN VISION FINANCIAL COMPANY PTE. LTD, dengan kepemilikan saham sebesar 81,1 persen.

KASIKORN VISION FINANCIAL COMPANY PTE. LTD merupakan perusahaan keuangan atau investasi yang juga pemilik dari KASIKORNBANK PUBLIC COMPANY LIMITED.

Perusahaan ini, telah mengakuisisi Bank Maspion pada Mei 2022 lalu. KASIKORNBANK PUBLIC COMPANY LIMITED sendiri memegang kepemilikan saham Bank Maspion sebesar 2,45 persen.

Oleh karena itu, perusahaan investasi milik keluarga Alim Markus itu pun mengajukan sejumlah tuntutan satu diantaranya agar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 15 Juni 2023 lalu oleh Bank Maspion yang dianggap cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Petitum ini termaktub dalam gugatan perdata yang diajukan oleh PT Alim Investindo sebagaimana terekam dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya, dengan nomor perkara 1349/Pdt.G/2023/PN Sby.

Dalam keterangan SIPP tercatat, gugatan terhadap Bank Maspion ini sudah disidangkan pertama kali sejak Selasa 18 Juni 2024 lalu.

Masih dari sumber yang sama, gugatan perbuatan melawan hukum ini Bank Maspion ini diajukan atas dasar persoalan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dianggap cacat hukum.

“Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. BANK MASPION INDONESIA TBK. (Tergugat I) tanggal 15 Juni 2023 cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” demikian salah satu bunyi petitum dalam gugatan yang diajuka oleh PT Alim Investindo dengan kuasa hukum M Dally Barmassyah, SH.

Selain itu, PT Alim Investindo juga menuntut agar hakim menyatakan sejumlah dokumen terkait juga dinyatakan cacat hukum, di antaranya Surat Keterangan No. 21/Notaris/VI/2023, Ringkasan Risalah RUPSLB No. XXXIV/378/AA/SBY/06/2023, dan Akta No. 106 yang dibuat oleh Notaris Anita Anggawidjaja.

Terkait dengan hal itu, Bank Maspion pun digugat agar Bank Maspion dan pihak tergugat lainnya membayar kerugian materiil sebesar Rp 273,7 miliar serta kerugian immateriil sebesar Rp 10 miliar kepada PT Alim Investindo.

“Pembayaran harus dilakukan dalam waktu 14 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap,” ujar bunyi petitum PT Alim Investindo yang tercatat dalam SIPP.

Penguggat, dalam hal ini PT Alim Investindo juga meminta agar Pengadilan juga memutuskan untuk mengembalikan status hukum Bank Maspion Indonesia sesuai dengan Akta No. 01, tertanggal 2 Januari 2023, sebagaimana tercatat dalam data resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM RI.

Dalam gugatan ini, Bank Maspion tidak digugat sendirian. Namun ada beberapa pihak yang juga digugat dan turut tergugat secara tanggung renteng.

Selain Bank Maspion, tergugat selanjutnya adalah, Pardi Kendy, dan Notaris Anita Anggawidjaja, S.H. Sedangkan turut tergugat satu dan dua adalah, Kasikorn Vision Financial Company PTE, LTD; PT Guna Investindo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan RI, dan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkum HAM RI.

Agenda sidang terakhir perkara gugatan ini sendiri diketahui terjadi pada Jumat, 23 Mei 2025, dengan agenda saksi dan bukti dari tergugat 1, tergugat 2, turut tergugat 1 dan turut tergugat 2.

Dari Informasi yang dihimpun, PT Alim Investindo dimiliki oleh keluarga dari pengusaha konglomerat Alim Markus. Pengusaha Alim Markus sendiri, diketahui memiliki banyak entitas bisnis, diantaranya adalah Maspion Grup.