Bacatrend.com – Direktur Utama Hotel Embong Woengoe melalui kuasa hukumnya, Akhmad Zaini and partners, menggugat Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim dan Surabaya, Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, serta Lembaga Manajemen Aset sebesar Rp550 miliar. Keempat pihak lembaga pemerintah itu digugat terkait dengan sengketa kepemilikan Hotel Embong Woengoe di Surabaya.

Dalam gugatan ini, kuasa hukum bercerita asal mula lahan yang telah menjadi gugatan tersebut. Ia menyatakan, bahwa PT Hotel Embong Woengoe didirikan pada 12 September 1939 dengan nama NV “Hotel Embong Woengoe” berdasarkan akta notaris Willem Herman Jaccues Neptunus Van Buuren.

“PT Hotel Embong Woengoe menempati beberapa bidang tanah,” ujarnya, Kamis (13/2).

Ia menambahkan, beberapa bidang tanah itu antara lain verponding no 4071, seluas 1.678 m2, verponding no 4086, seluas 1.698 m2, verponding no 4096, seluas 2.183 m2, dan verponding no 11682, seluas 1.307 m2.

“Semua bidang tanah itu terletak di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur,” tambahnya.









Ia menambahkan, kepemilikan hotel itu semula dimiliki oleh orang Belanda. Namun, pada 29 Oktober 1952 terjadi perubahan kepemilikan atas dasar jual beli saham, dari pemilik awal warga Belanda bernama Gijsbertus Clemens Fransiscus Wilmink pada Haji Abdul Mukti.

“Pada 1960 ada PERPU yang menjelaskan soal pemilik diberikan kesempatan pertama atau prioritas untuk mengajukan permohonan untuk membeli atau memiliki tanah dan atau bangunan bekas milik Belanda. Dan penggugat telah mengajukan permohonan itu pada 19 Oktober 1965,” ungkapnya.

Namun, tanpa persetujuan dan atau pemberitahuan pada penggugat, BPN tiba-tiba menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) no 306, 342, dan 527 atas nama pihak lain.

“Perbuatan tergugat satu dan dua merupakan perbuatan melawan hukum yang sangat merugikan kepentingan penggugat,” tegasnya.

Terkait hal itu, pihaknya pun memohon agar para tergugat satu, dua dan tiga dihukum untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp50 miliar dan imateriil sebesar Rp500 miliar secara tanggung renteng. Sedangkan untuk tergugat empat, pihaknya menuntut ganti rugi atas pengerusakan sebesar Rp100 juta. Selain itu, penggugat juga menuntut agar sertifikat SHGB no. 306, 342 dan 527 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum atau tidak sah.

“Semuanya harus dibayar kontan dan tunai, terhitung selambat-lambatnya 14 hari sejak putusan dijatuhkan. Selain itu, kami mohon pada hakim agar menyatakan penggugat adalah pemilik sah atas tanah dan bangunan sengketa tersebut,” katanya.