Bacatrend, Surabaya – Di balik kesunyian sebuah desa di Ngantang, Malang, terselip sebuah operasi gelap yang mengalir seperti api dalam tabung gas.

Empat pria, yang sehari-hari tampak biasa-biasa saja, ternyata menyusun rencana berani yang menguras ratusan juta rupiah dari negara. RH, PY, TL, dan RM bukan sekadar warga biasa—mereka adalah dalang dari skema pengoplosan LPG subsidi yang selama berbulan-bulan luput dari pengawasan.

Dalam kediaman sederhana yang kini terungkap sebagai ‘pabrik’ ilegal, aksi ini berjalan dengan presisi luar biasa.

“Pelaku menyuntikkan LPG 3 kg bersubsidi ke tabung LPG 5,5 kg dan 12 kg yang tidak subsidi,” ungkap Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast, menguak skema yang merugikan negara hingga Rp 228 juta.

Namun, ini bukan sekadar pencurian biasa. Para pelaku menjalankan operasi ini dengan kecermatan yang mengalahkan film-film kriminal.









Mereka berburu gas bersubsidi dengan cara yang tak lazim—membelinya eceran di berbagai wilayah seperti Jombang dan Malang.

“Pelaku mencari LPG subsidi beli dengan cara eceran,” jelas Jules, menggambarkan betapa sistematisnya kejahatan ini.

Keempat pelaku memiliki tugas masing-masing. RH, sang otak dan pemodal, mengatur semuanya dari balik layar.

Sementara PY, TL, dan RM adalah tangan-tangan eksekusi, bertugas menyuntikkan LPG bersubsidi ke tabung-tabung yang lebih besar—sebuah transformasi ilegal yang begitu rapi hingga seolah tak meninggalkan jejak.

“Sedangkan tiga tersangka lainnya bertugas menyuntikkan LPG 3 kg ke tabung besar seperti 5,5 kg dan 12 kg,” tambah Jules.

Selama empat bulan, mereka bermain dengan api. Tidak hanya mengoplos, mereka juga menikmati keuntungan yang luar biasa.

“Dari sana pelaku memperoleh keuntungan sekitar Rp 384 juta,” bebernya, mengungkap angka yang membuat kejahatan ini terasa semakin megah dan mencengangkan.

Namun, kebusukan tak bisa lama tersembunyi. Laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan membawa polisi ke pintu operasi ilegal ini.

Ketika mereka tiba, para pelaku tengah sibuk melakukan penyuntikan gas—sebuah adegan yang kemudian menjadi bukti tak terbantahkan.

Kini, mereka harus menghadapi kenyataan pahit. Dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, mereka menghadapi hukuman yang tidak main-main.

“Ancaman hukuman paling lama 6 tahun penjara,” tegas Jules.

Kejadian ini menjadi tamparan keras bagi masyarakat dan aparat terkait. Bahwa kejahatan tak hanya terjadi di lorong gelap atau geng jalanan, tetapi bisa muncul dalam bentuk operasi terstruktur yang nyaris sempurna.

Keempat pelaku mungkin telah menikmati hasil kejahatan mereka, tetapi hukum akan berbicara—dengan suara yang lebih lantang dari api yang mereka mainkan.