Covid-19 Melonjak Lagi, Mau Pakai Terapi Plasma konvalesen?
Bacatrend, Surabaya – Terapi plasma konvalesen (convalescent plasma/CP) adalah imunotherapy adaptif klasik yang sudah dilakukan sejak lebih dari 1 abad.
Lebih dari 2 dekade yang lalu terapi plasma sudah digunakan sebagai terapi SARS-COV1, MERS-COV, EBOLA, pandemik H1N1 & terbukti aman.
Dikutip dari trensehat.com, protokol penggunaan CP pada terapi MERS-COV bahkan sudah menjadi protokol tetap sejak tahun 2015.
Meta analisis dari 32 penelitian terhadap infeksi SARS-COV1 & influensa berat menunjukkan penurunan signifikan secara statistik dari mortalitas setelah terapi CP dibandingkan plasebo atau tanpa terapi.
Karena kemiripan SARS-COV1, MERS & COVID-19 , terapi CP mungkin menjadi pilihan pengobatan yang menjanjikan untuk COVID-19, sehingga penelitian penggunaan CP dilakukan di banyak negara.
Plasma konvalesen adalah cairan darah, bagian dari darah yang dikumpulkan dari pasien yang sudah sembuh dari penyakit infeksi yang notabene berupa protein.
Efektif tidaknya plasma konvalesen ini masih dalam penelitian, tapi tranfusi plasma pada umumnya aman & dapat diterima pada kebanyakan pasien, pada sedikit kasus bisa menimbulkan alergi.
Pasien yang sudah sembuh dari COVID-19 dan memiliki titer antibodi penetral tinggi mungkin merupakan sumber donor CP yang berharga.
Meskipun potensi klinis & risiko dari CP masih belum jelas, hasil dari penelitian awal menunjukkan efek terapi potensial & risiko rendah dari terapi terhadap pasien-pasien COVID-19 berat.
Satu dosis CP dengan konsentrasi tinggi dari antibodi penetral dapat secara cepat menurunkan jumlah virus dan cenderung menunjukkan perbaikan klinis.
Tapi dosis optimal & kapan waktu pengobatan masih memerlukan investigasi lagi dengan uji klinik secara random.
Sampai sejauh ini manajemen dari COVID-19 masih difokuskan pada pencegahan infeksi, deteksi kasus, monitoring & terapi suportif.
Bagaimanapun belum ada terapi anti-SARS-COV-2 yang direkomendasikan karena kurangnya kasus, sehingga dibutuhkan penelitian dalam populasi besar.
Indonesia sudah memulai penelitian ini, Amin Soebandrio, direktur dari Institut Eijkman mengatakan jika darah dapat diambil dari penderita yang sudah sembuh 2 sampai 4 minggu setelah sembuh dari COVID-19. “Dan kita berniat menggunakan terapi CP ini pada pasien yang kritis,” kata Amin.

Pemberian terapi plasma prinsipnya sama seperti pemberian vaksin. Vaksin dikenal ada 2 macam yaitu aktif & pasif.
Immunisasi aktif artinya tubuh aktif membentuk antibodi sebagai reaksi dari adanya antigen di dalam vaksin.
Ingat vaksin itu diantaranya dibuat dari virus yang dilemahkan(lihat artikel tentang Vaksinasi).
Keuntungannya adalah timbulnya respon immun aktif natural dari tubuh yang pada umumnya memberi perlindungan cukup lama, tergantung jenis penyakitnya.
Vaksin tipe aktif ini sedang dalam fase uji coba & perlu waktu. Prinsip terapi CP adalah immunisasi pasif maksudnya proses pemberian Antibodi IgG langsung untuk melindungi tubuh dari infeksi, tetapi memberi proteksi jangka pendek, mulai dari beberapa minggu sampai 3 atau 4 bulan.
SEJARAH PENGGUNAAN TERAPI PLASMA(CP)
SARS/ Severe Acute Resiratory Syndrome merebak di awal Januari 2002 di China. Penggunaan terapi plasma juga dalam kondisi emergensi dengan kaidah-kaidah dari WHO tentang kondisi emergensi.
Hasil terapi plasma pada pasien SARS berat yang gagal dengan terapi standar berhasil menurunkan load virus dari 495 × 103, 76 × 103 or 650 × 103 copies/mL to zero atau 1 copy/mL 1 hari setelah pemberian tranfusi.
MERS/ Midle East Respiratory Syndrome mewabah di Jazirah Arab tahun 2012 & WHO melaporkan sebanyak 2494 kasus yang terkonfirmasi.
Penelitian pengunaan CP untuk pasien MERS dilakukan di ICU King Abdulaziz Medical City, Arab Saudi, masing-masing pasien diberi 2 unit plasma, penelitian berlangsung dari tahun 2014-2016, dengan kriteria inklusi: usia diatas 14 tahun, PCR (+), setuju diambil darah, urin, swab pharynx & tidak alergi terhadap tranfusi darah atau plasma.
SARS-CoV-2, bagaimana terapi plasma untuk Covid-19?.
Kita bicara yang dilakukan di negara kita ya, BPOMRI sudah mengeluarkan REKOMENDASI TENTANG PENGAWASAN PEMANFAATAN PLASMA KONVALESEN & IMUNOGLOBULIN KONSENTRAT DALAM TERAPI COVID-19 & PETUNJUK TEKNIS PENJAMINAN MUTU PENGOLAHAN PLASMA KONVALESEN COVID-19” yang sesuai dengan “SKEMA PENELITIAN UJI KLINIK”, sesuai Peraturan Kepala Badan POM No 16’2015.
Jadi seluruh pasien di Indonesia yang menerima terapi plasma masuk dalam 2 kriteria:
Kriteria 1: Uji klinik desain acak terkontrol atau Randomized Controlled Trial (RCT) & Studi Kasus Terkontrol (case-controlled) atau jika kondisi pasien tidak memungkinkan & tidak masuk dalam kriteria inklusi penelitian, tetap masuk ke kriteria.2
*Kriteria 2: Studi observasional untuk penggunaan dengan pemantauan khusus.
Lihat semua pasien yang mendapat terapi plasma masuk dalam penelitian, aneh?, kan sudah dilakukan uji coba & diterapkan untuk terapi MERS & SARS, kok ribet, padahal butuh buru-buru?. Lihat uji coba terapi plasma pada SARS diatas, bahkan bisa menurunkan load virus sampai zero(0).
Naaa justru di jaman covid-19 ini kita bisa belajar DUNIA PENELITIAN MEDIS ITU SEPERTI APA. Memang syarat-syarat penelitian itu sangat ketat, “obat tertentu” untuk “penyakit tertentu” & diberikan pada “pasien tertentu”. Kalau beda dikit ajah, harus dilakukan penelitian lagi.
Perhatikan, penelitian terapi plasma untuk MERS diatas kan dilakukan pada usia diatas 14 tahun, misal saya pengen liat efek terapi plasma pada usia dibawah 14 tahun, yaaa harussss bikin penelitian lagi, jadi ga bisa digebyah uyah, trus dipake untuk anak-anak, ada koridornya, atau mau ta anak sampeyan buat coba-coba?.
Karena standar keamanannya dijaga ketat, ada aturannya, lihat Skrinsyut Rekomendasi BPOMRI atau link ini https://www.fda.gov/vaccines-blood-biologics/investigational-new-drug-ind-or-device-exemption-ide-process-cber/recommendations-investigational-covid-19-convalescent-plasma
Memang penggunaan terapi plasma(CP) bukan hal baru, sudah dilakukan waktu pandemi flu Spanyol, Ebola, bahkan Cacar & Difteri dan semuanya dalam koridor penelitian. Kenapa?, apa tidak bisa langsung digunakan, bukankah sudah terbukti baik hasilnya pada penggunaan sebelumnya?.
Jawabannya tidak bisa langsung digunakan, tapi bukan berarti “tidak digunakan” & semua penggunaan CP dalam koridor penelitian sesuai kondisi emergensi yang sudah ditetapkan WHO.
Kenapa begitu?.
Setiap penyakit yang disebabkan antigen(virus, bakteri) yang berbeda akan menimbulkan reaksi tubuh yang berbeda, misalnya, belum tau berapa dosis plasma yang harus diberikan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
Belum lagi kendala-kendala yang ditemukan, misalnya, ternyata tidak semua pasien paska terinfeksi COVID-19 memilliki antibodi penetral, ada yang menghasilkan tapi cuma bertahan 3 minggu, 3 bulan, 4 bulan.
Belum lagi permasalahan alergi terhadap golongan darah donor & ternyata tidak mudah mencari pendonor karena penderita paska terpapar & sembuh kemudian jatuh dalam kondisi depresi & tertutup.
Kesimpulannya, terapi plasma konvalesen sudah digunakan di banyak negara & koridor penggunaan sesuai dengan komando WHO dibawah kriteria IND emergensi.
Tinggalkan Balasan