Culik Dulu, Nikah Kemudian Berujung Laporan Polisi
Bacatrend, Lombok Tengah – Sebuah peristiwa mengejutkan terjadi di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), ketika video pernikahan anak di bawah umur beredar luas di media sosial.
Pernikahan ini melibatkan seorang siswi SMP berusia 15 tahun dan seorang siswa SMK berusia 16 tahun, yang menikah melalui tradisi adat Sasak, nyongkolan.
Meskipun berbagai pihak, termasuk kepala desa dan aparat setempat, telah berupaya mencegah pernikahan ini, kedua keluarga tetap bersikeras melangsungkan pernikahan anak tersebut.
Bahkan, sebelum akhirnya menikah, pasangan ini sempat melakukan kawin lari atau merariq, sebuah tradisi di Lombok di mana calon pengantin pria menculik calon istrinya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Joko Jumadi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus ini ke Polres Lombok Tengah.
“Kami melaporkan semua pihak yang terlibat dalam memfasilitasi pernikahan anak ini, termasuk orang tua dan penghulu,” ujar Joko.
NTB sendiri memiliki Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak, yang menyebutkan bahwa pernikahan anak harus dicegah jika calon mempelai belum berusia 18 tahun.
Namun, tingginya angka pernikahan anak di NTB masih menjadi perhatian serius. Berdasarkan data Susenas 2024, NTB memiliki prevalensi pernikahan anak tertinggi di Indonesia, dengan 14,96% kasus.
Fenomena ini memicu keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk aktivis perlindungan anak.
“Kasus pernikahan anak di NTB bukan lagi hal baru, tetapi sangat memprihatinkan. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka pernikahan anak, mulai dari ekonomi, pendidikan rendah, hingga tradisi yang masih kuat,” ujar Nurjanah, aktivis pemerhati perempuan dan anak.
Pemerintah daerah diharapkan dapat mengambil langkah tegas untuk menekan angka pernikahan anak di NTB. Sementara itu, LPA NTB terus berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat agar memahami dampak negatif dari pernikahan anak.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pernikahan anak bukan hanya soal adat dan budaya, tetapi juga menyangkut masa depan generasi muda. Apakah pernikahan anak akan terus menjadi tradisi, atau saatnya perubahan terjadi?
Tinggalkan Balasan