Jawa Timur masih mengalami hujan meskipun telah memasuki musim kemarau. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh dinamika atmosfer yang menunjukkan pola konvergensi di wilayah tersebut. 

Kepala BMKG Kelas I Juanda, Taufiq Hermawan, menyebutkan bahwa gangguan gelombang Equatorial Rossby, gelombang Low, dan gelombang Kelvin yang melintas dalam sepekan ke depan turut memperkuat pembentukan awan hujan intensif.

“Atmosfer masih labil dan lembap dari lapisan bawah hingga atas, itu mendukung pembentukan awan Cumulonimbus yang signifikan. Sehingga hujan masih sering terjadi,” ujarnya.

BMKG juga mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem untuk wilayah Jawa Timur, termasuk Surabaya Raya, pada periode 10–17 Mei 2025.

Cuaca ekstrem ini berpotensi memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, jalan licin, dan pohon tumbang.









Selain itu, BMKG Juanda mengimbau masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem yang dapat berdampak pada aktivitas sehari-hari.

“Kami mengimbau agar tidak memaksakan perjalanan saat cuaca ekstrem berlangsung dan selalu mengutamakan keselamatan,” tambah Taufiq.

Sementara itu, BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Timur mencatat bahwa sebagian besar wilayah di provinsi ini memang telah memasuki musim kemarau sejak April dan Mei 2025.

Namun, curah hujan selama musim kemarau diprediksi berkisar antara 100 mm hingga lebih dari 500 mm, dengan sifat hujan yang masih tergolong normal di sebagian besar wilayah.

Dengan kondisi atmosfer yang masih mendukung pertumbuhan awan hujan, masyarakat di Jawa Timur diimbau untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang tidak menentu.