Korupsi Berjamaah ala Kemenaker, Kuras Duit hingga Rp53,7 Miliar
Bacatrend, Jakarta – Seperti bayang-bayang yang mengintai di balik kebijakan, korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akhirnya terungkap.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguak praktik pemerasan yang dilakukan secara sistematis dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Tak tanggung-tanggung, uang haram yang terkumpul mencapai Rp53,7 miliar.
Jaringan Pemerasan yang Terstruktur
Kasus ini bukan sekadar permainan individu, melainkan korupsi berjamaah yang melibatkan delapan tersangka utama dan 85 pegawai lainnya.
Mereka diduga memeras perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing dengan dalih administrasi.
Setiap dokumen yang seharusnya menjadi hak perusahaan, berubah menjadi ladang pungutan liar.
Menurut KPK, modus operandi mereka sangat rapi. Para tersangka meminta sejumlah uang kepada pemohon RPTKA, dengan dalih mempercepat proses perizinan.
Hasil pemerasan ini kemudian dibagi-bagi, sebagian masuk ke kantong pribadi, sebagian lagi digunakan untuk kepentingan internal, termasuk uang “dua mingguan” bagi para pegawai.
Siapa Saja yang Terlibat?
KPK telah menetapkan delapan tersangka, di antaranya:
Suhartono (SH) – Mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker (2020–2023), menerima Rp460 juta.
Haryanto (HY) – Mantan Direktur PPTKA Kemenaker (2019–2024), menerima Rp18 miliar.
Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024), menerima Rp13,9 miliar.
Gatot Widiartono (GTW) – Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta (2019–2021), menerima Rp6,3 miliar.
Devi Anggraeni (DA) – Koordinator Uji Kelayakan PPTKA (2020–2024), menerima Rp2,3 miliar.
Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024), menerima Rp1,8 miliar.
Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024), menerima Rp1,1 miliar.
Wisnu Pramono (WP) – Mantan Direktur PPTKA (2017–2019), menerima Rp580 juta.
Korupsi yang Mengakar dan Terus Berulang
KPK menemukan fakta bahwa praktik pemerasan ini sudah berlangsung jauh sebelum tahun 2019 dan terus berlanjut hingga 2025.
Bahkan, ada indikasi bahwa pemerasan tenaga kerja asing tidak hanya terjadi di Kemenaker, tetapi juga di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas).
Upaya Pengembalian Uang dan Pencegahan
Hingga saat ini, para tersangka baru mengembalikan Rp5,4 miliar dari total Rp53,7 miliar yang mereka kantongi.
KPK telah mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap delapan tersangka, agar mereka tidak melarikan diri.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia ketenagakerjaan Indonesia. Di balik kebijakan yang seharusnya melindungi tenaga kerja, justru terselip praktik korupsi yang menggerogoti kepercayaan publik.
Tinggalkan Balasan