Bacatrend, Pamekasan – Di tengah gemerlap kuliner Nusantara, Sate Lalat Madura muncul sebagai sajian yang menarik perhatian karena namanya yang tidak biasa.

Jangan salah paham—sate ini tidak dibuat dari lalat, melainkan dari potongan kecil daging ayam atau kambing yang sekilas menyerupai ukuran lalat.

Namun, jauh sebelum menjadi ikon kuliner di Pamekasan, Madura, sate lalat memiliki sejarah panjang yang layak diulas lebih dalam.

Kemunculan Sate Lalat tidak lepas dari eksperimen kuliner yang dilakukan Pak Toniman pada tahun 1927 di Pamekasan.

Saat itu, ia mencoba menawarkan sate dengan ukuran lebih kecil dibanding sate Madura pada umumnya.









Tujuannya sederhana, agar daging lebih cepat matang dan lebih mudah disantap.

Resep ini kemudian diwariskan kepada anaknya, Abdurrazak, yang terus menyempurnakan bumbu serta teknik memasak, hingga akhirnya dikenal luas oleh masyarakat sekitar.

Sate Lalat mulai mendapatkan popularitas ketika warung sate milik Pak Busri di Pamekasan menarik perhatian para wisatawan yang penasaran dengan keunikan sate ini.

Berkat rasanya yang khas dan harga yang terjangkau, sate lalat kini menjadi salah satu kuliner khas Pamekasan yang wajib dicoba.

Salah satu daya tarik sate lalat terletak pada cara penyajiannya yang berbeda dari sate biasa.

Potongan dagingnya sangat kecil, sehingga satu porsi dapat berisi 25 hingga 40 tusuk. Ini menjadikannya lebih praktis disantap dalam sekali gigitan, tanpa perlu repot mencabutnya dari tusukan sate.

Daging sate lalat biasanya dibakar dengan arang, lalu disajikan dengan bumbu kacang yang disangrai terlebih dahulu, sehingga menghasilkan rasa gurih yang lebih kaya dibanding sate Madura biasa.

Teksturnya lembut, dengan aroma khas dari proses pemanggangan yang mempertajam cita rasa.

Sate ini semakin nikmat jika disantap bersama lontong dan sambal, menciptakan kombinasi rasa yang gurih, manis, dan sedikit pedas.

Tak heran, banyak orang yang jatuh hati pada sate lalat setelah mencobanya untuk pertama kali.

Bagi yang ingin menikmati sate lalat langsung dari tempat asalnya, beberapa lokasi di Pamekasan menjadi pusat kuliner yang menyajikan sate ini, Jalan Niaga, Jalan Trunojoyo, Jalan Dirgahayu.

Harganya pun cukup terjangkau, sekitar Rp10.000–Rp15.000 per porsi, menjadikannya pilihan favorit bagi wisatawan dan warga lokal.

Sate Lalat bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga bagian dari sejarah kuliner Madura yang terus bertahan hingga kini.

Dengan cita rasa khas dan penyajian uniknya, sate ini menjadi bukti bagaimana sebuah inovasi sederhana bisa berkembang menjadi ikon kuliner yang melegenda.