Bacatrend, Surabaya – Di pagi yang masih lengang, ketika embun belum sepenuhnya menguap dari dedaunan, Jl. Mastrip Waru Gunung tiba-tiba dikoyak oleh kobaran api yang ganas.

Rumah sederhana yang berdiri di Gang Makam RT 4 RW 2 itu tiba-tiba menjadi lautan api, menghanguskan setiap sudutnya, melahap habis segala kenangan yang pernah bersemayam di dalamnya.

Siapa sangka, semuanya berawal dari hal yang terkesan sepele—seonggok sampah yang dibakar di dalam rumah.

Sang pemilik, Satim, mungkin tak pernah membayangkan bahwa api kecil yang ia nyalakan saat subuh akan berubah menjadi bencana besar yang meluluhlantakkan tempat tinggalnya.

Mungkin ia hanya berniat membersihkan, mungkin ada sesuatu dalam pikirannya yang membuatnya tak menyadari betapa berbahayanya tindakan itu.









Pukul 07.47 WIB, seorang warga melaporkan kepulan asap yang semakin menghitam. Dalam waktu satu menit, unit pemadam dari Pos Waru Gunung bergerak cepat, meluncur ke lokasi.

Dalam hitungan detik, jalanan yang sebelumnya tenang berubah menjadi arena kepanikan.

Saat mereka tiba, pukul 07.49 WIB, api sudah menjalar tak terkendali, menyelimuti rumah yang berukuran 5 x 12 meter itu seperti monster yang tak puas sebelum menelan semuanya.

Dengan sigap, enam unit pemadam kebakaran berjuang tanpa henti—seperti prajurit di medan perang, mereka menghalau api yang terus mencakar langit.

Tidak ada teriakan kepanikan dari dalam rumah. Tidak ada korban jiwa.

Namun, yang tersisa hanyalah puing-puing yang mencerminkan kehilangan—barang-barang yang dulu digunakan, tempat berlindung yang dulu memberikan kehangatan, semuanya telah berubah menjadi abu dan arang.

Warga sekitar mengenal Satim sebagai sosok yang sering menyendiri, menumpuk barang bekas di dalam rumahnya, seolah rumahnya bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga tempat ia menyimpan cerita hidupnya yang tersembunyi.

Beberapa tetangga bahkan menyebutnya mengalami depresi, hidup dalam dunia yang hanya ia pahami sendiri.

Ketika petugas datang, mereka awalnya mengira yang terbakar hanyalah sampah. Namun, mereka segera tersadar—apa yang sedang mereka hadapi bukan sekadar api yang melahap sampah, tetapi api yang merampas rumah dan kehidupan seseorang.

Pada pukul 07.59 WIB, api berhasil dikendalikan. Udara yang sebelumnya panas dan menyengat mulai berangsur sejuk kembali.

Namun, tugas mereka belum selesai—proses pembasahan terus dilakukan hingga pukul 08.54 WIB, memastikan tak ada bara yang bisa kembali menyulut bencana.

Dinas Pemadam Kebakaran, BPBD Kota Surabaya, dan Posko Terpadu Pakis telah melakukan tugas mereka dengan cepat dan sigap. Namun, satu pertanyaan masih menggantung di udara: apa yang akan terjadi pada Satim setelah ini?

Rumahnya mungkin telah lenyap, tapi kehidupannya masih ada—meskipun penuh luka, meskipun diselimuti kehilangan. Mungkin ini bukan akhir bagi Satim. Mungkin ini awal dari sebuah kisah baru.

Di Waru Gunung, asap telah hilang. Namun, jejak tragedi masih tertinggal.