Surabaya, bacatrend.com – Tujuh perkara yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) jajarannya akhirnya dihentikan. Ini terjadi setelah program keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ) yang dilakukan disetujui Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum).

Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Mia Amiati, Penghentian penuntutan terhadap 7 perkara itu berdasarkan keadilan restoratif.

“Setelah melakukan ekspose terhadap 7 (tujuh) perkara ini. JAM Pidum menyetujui 7 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” ungkap Mia Amiati, Selasa (20/6/2023).

Mia menjelaskan, 7 perkara ini merupakan perkara yang ditangani Pidum Kejati Jatim dan Kejari jajaran. Yaitu di Kejari Tanjung Perak, Kejari Lamongan, Kejari Kabupaten Mojokerto dan Kejari Tuban. Ekspose 7 perkara dilakukan dihadapan JAM Pidum melalui sarana virtual.

Ketujuh perkara ini, sambung Mia, terdiri dari 5 perkara ORHADA. Yaitu dua perkara penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 KUHP, diajukan oleh Kejari Kabupaten Mojokerto. Satu perkara perlindungan anak yang memenuhi ketentuan Kesatu Pasal 80 Ayat (1) Juncto Pasal 76 C UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP), diajukan oleh Kejari Lamongan.









Selanjutnya satu perkara Perbuatan pengancaman yang memenuhi ketentuan Pasal 335 KUHP diajukan oleh Kejari Lamongan. Satu perkara kecelakaan lalu lintas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 Ayat (2) UU RI No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, diajukan oleh Kejari Tuban.

“Sementara 2 (dua) perkara narkotika yang diajukan oleh Kejari Tanjung Perak dan Kejari Kabupaten Mojokerto,” jelasnya.

Mia berharap, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Yakni dengan menyeimbangkan antara kepastian hukum dan kemanfaatan dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan berdasarkan.

“Kepastian hukum dan hati nurani dilakukan secara administratif harus memenuuhi iketentuan yang diatur di dalam PERJA Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif untuk perkara ORHADA,” pungkasnya.